Ketua PHRI DI, Deddy Pranawa Eryana menuturkan kondisi hotel anggota perhimpunannya sudah limbung efek pembatalan besar-besaran reservasi untuk Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition (MICE) oleh sejumlah kementerian sejak terbitnya Inpres Nomor 1 Tahun 2025.
Inpres itu diketahui mengatur perihal Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD 2025.
Menurut Deddy, terhitung ada tiga sampai lima hotel yang mengurangi jam kerja karyawannya dan melapor ke PHRI. Akan tetapi, bukan tak mungkin situasi jadi lebih memprihatinkan, menimbang adanya larangan karyawisata atau study tour oleh sejumlah pemerintah daerah.
“Saat ini bukan hanya inpres tapi larangan-larangan study tour dari Jabar, Banten, DKI menambah penurunan pendapatan kami karena banyak pembatalan-pembatalan reservasi,” keluh Deddy.
“Bila kondisi yang tidak baik-baik saja ini berlanjut, tidak ada perubahan kebijakan pemerintah maka ancaman PHK pun terpaksa sekali akan kita lakukan,” sambung dia.
“Enggak lagi mumet (pusing), tapi sentik-sentik (sekarat) melebihi pandemi. Pandemi pemerintah masih bisa bantu kita, tapi sekarang pemerintah sulit bantu kita,” katanya.
Demi bisa bertahan, kata Deddy, sejumlah hotel di bawah naungan PHRI juga terpaksa melakukan strategi layaknya sewaktu pandemi Corona beberapa tahun silam.
Selain pengurangan jam kerja, perhotelan terpaksa harus menunda pengeluaran yang kurang mendesak. Semua dilakukan sembari berharap pemerintah bersedia mengevaluasi kebijakan diet ketat anggaran mereka.
“Harapan PHRI pemerintah bisa mengerti keadaan kami dan mengoreksi Inpres Nomor 1 Tahun 2025,” pungkas Deddy.